PERANAN WAYANG DALAM MENUNJANG PENDIDIKAN KEPRIBADIAN BANGSA.
Secara lahiriah, kesenian wayang
merupakan hiburan yang mengasyikkan baik ditinjau dari segi wujud maupun
seni pakelirannya. Namun demikian dibalik apa yang tersurat ini
terkandung nilai adiluhung sebagai santapan rohani secara tersirat.
Peranan seni dalam pewayangan merupakan unsur dominan. Akan tetapi bilamana dikaji secara mendalam dapat ditelusuri nilai-nilai edukatif yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambang. Oleh karena itu sampai dimana seseorang dapat melihat nilai- nilai tersebut tergantung dari kemampuan menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam pewayangan. Dalam lakon-lakon tertentu misalnya baik yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabarata sebenarnya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Bagaimana peranan Kesenian Wayang sebagai sarana penunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa, rasanya perlu mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia. Sifat local genius yang dimiliki bangsa Indonesia, maka secara sempurna terjadi pembauran kebudayaan asing, sehingga tidak terasa sifat asingnya.
Peranan seni dalam pewayangan merupakan unsur dominan. Akan tetapi bilamana dikaji secara mendalam dapat ditelusuri nilai-nilai edukatif yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambang. Oleh karena itu sampai dimana seseorang dapat melihat nilai- nilai tersebut tergantung dari kemampuan menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam pewayangan. Dalam lakon-lakon tertentu misalnya baik yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabarata sebenarnya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Bagaimana peranan Kesenian Wayang sebagai sarana penunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa, rasanya perlu mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia. Sifat local genius yang dimiliki bangsa Indonesia, maka secara sempurna terjadi pembauran kebudayaan asing, sehingga tidak terasa sifat asingnya.
Berbicara kesenian wayang dalam
hubungannya dengan Pendidikan Kepribadian Bangsa tidak dapat lepas dari
pada tinjauan kesenian wayang itu sendiri dengan falsafah hidup bangsa
Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai falsafah negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan ciri khusus yang dapat
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Pancasila adalah norma
yang mengatur tingkah laku dan perikehidupan bangsa. Menurut TAP MPR – Rl No. II/ MPR/1993
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ; disitu ditandaskan bahwa
untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. perlu menetapkan Ketetapan yang mengatur
Garis- Garis Besar Haluan Negara yang didasarkan atas aspirasi dan
Kepribadian Bangsa demi penghayatan dan pengamalan kehidupan kenegaraan
yang demokratis – konstitusional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pengertian Kepribadian Bangsa adalah
suatu ciri khusus yang konsisten dari bangsa Indonesia yang dapat
memberikan identitas khusus, sehingga secara jelas dapat dibedakan
dengan bangsa lain. Rumusan Pancasila secara resmi ditetapkan dengan
syah sebagai falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia sejak
berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4
tercanang rumusan Pancasila yang berbunyi:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia. dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jiwa Pancasila seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut, bukanlah masalah yang baru dalam dunia pewayangan.
- Asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh yang
biasa disebut “Hyang Suksma Kawekas” Tokoh ini tidak pernah diwujudkan
dalam bentuk wayang, tetapi diakui sebagai Dewa yang Tertinggi. Tokoh
Dewa – Dewa yang diwujud kan dalam bentuk wayang, misalnya: Bat`ra Guru,
Batara Narada, Batara Wisnu, Batara Brahma, Batara Kamajaya dan lain
sebagainya dalam pewayangan digambarkan seperti manusia biasa. Mereka
juga dilukiskan memiliki watak serta tabiat yang banyak persamaannya
dengan manusia lumrah. Dalam ceritera-ceritera mereka sering pula
berbuat salah, bahkan tidak jarang terpaksa minta bantuan manusia dalam
menghadapi hal-hal tertentu. Kekawin Arjunawiwaha misalnya, merupakan
contoh yang jelas. Pada saat raksasa Nirwatakawaca mengamuk di Suralaya
karena maksudnya meminang Dewi Supraba ditolak para Dewa. Para Dewa
tidak mampu menghadapinya. Untuk mengamankan Suralaya para Dewa minta
bantuan bagawan Mintaraga atau bagawan Ciptaning yaitu nama Arjuna saat
menjadi pertapa. Sebagai imbalan jasa karena bagawan Ciptaning berhasil
membunuh Raksasa Nirwatakawaca diberi hadiah Dewi Supraba dan Pusaka
Pasopati. Disini terlihat bahwa kebenaran yang bersifat mutlak hanya
dimiliki Dewa Tertinggi yaitu Hyang Suksma Kawekas. Ajaran ini tidak
jauh berbeda dengan ajaran yang terkandung di dalam sila Ketuhanan Yang
Maha Esa
- Asas Kemanusiaan.
Jiwa yang terkandung dalam sila
Kemanusiaan, pada hakekatnya suatu ajaran untuk mengagung-agungkan
norma-norma kebenaran. Bahwasanya kebenaran adalah di atas segala-
galanya. Kendatipun kebenaran mutlak hanya berada di tangan Tuhan Yang
Maha Esa, namun untuk menjaga keseimbangan kehidupan antara manusia
perlu dipupuk kesadaran tenggang rasa yang besar.
Kebenaran yang sejati mempunyai sifat unifersil, artinya berlaku kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun Juga. Tokoh dalam dunia pewayangan yang memiliki sifat dan watak mengabdi kebenaran banyak jumlahnya. Sebagai contoh dapat dipetik dari Serat Ramayana. Di dalam Serat Ramayana dikenal putera Alengka bernama Raden Wibisono yang mempunyai watak mencerminkan ajaran kemanusiaan.
Kisah inti dalam Serat Ramayana berkisar pada kemelut yang terjadi di antara Prabu Dasamuka yang merampas isteri Rama. Tindakan Prabu Dasamuka ini dinilai berada diluar batas kemanusiaan. Raden Wibisono sadar akan hal tersebut, Prabu Dasamuka dianggap melanggar norma perikemanusiaan . Oleh karena itu Raden Wibisono ikut aktif membantu Raden Rama untuk memerangi saudaranya sendiri. Demi kemanusiaan Raden Wibisono rela mengorbankan saudara sendiri yang dianggap berada difihak yang salah.
Kebenaran yang sejati mempunyai sifat unifersil, artinya berlaku kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun Juga. Tokoh dalam dunia pewayangan yang memiliki sifat dan watak mengabdi kebenaran banyak jumlahnya. Sebagai contoh dapat dipetik dari Serat Ramayana. Di dalam Serat Ramayana dikenal putera Alengka bernama Raden Wibisono yang mempunyai watak mencerminkan ajaran kemanusiaan.
Kisah inti dalam Serat Ramayana berkisar pada kemelut yang terjadi di antara Prabu Dasamuka yang merampas isteri Rama. Tindakan Prabu Dasamuka ini dinilai berada diluar batas kemanusiaan. Raden Wibisono sadar akan hal tersebut, Prabu Dasamuka dianggap melanggar norma perikemanusiaan . Oleh karena itu Raden Wibisono ikut aktif membantu Raden Rama untuk memerangi saudaranya sendiri. Demi kemanusiaan Raden Wibisono rela mengorbankan saudara sendiri yang dianggap berada difihak yang salah.
- Asas Persatuan
Dalam dunia pewayangan tokoh yang memilih
jiwa kebangsaan tinggi terlukis pada diri tokoh Kumbakarna digambarkan
dalam bentuk raksasa, namun memiliki jiwa ksatria. Sebagai adik Raja
Dasamuka, Kumbakarna memiliki sifat yang berbeda. Kumbakarna menentang
tindakan Prabu Dasamuka yang merampas Dewi Sinta isteri Rama.
Sikap menentang sama dengan sikap Raden Wibisono, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Raden Wibisono menentang dengan aktif memihak Raden Rama, tetapi Kumbakarna tetap berfihak Alengka demi negaranya. Niatnya bukan perang membela kakaknya, tetapi bagaimanapun juga Alengka adalah negaranya yang wajib dibela walaupun harus mengorbankan jiwa raga.
Oleh karena itu nama Kumbakarna tercanang sebagai nasionalis yang sejati. Benar atau salah Alengka adalah negaranya.
Sikap menentang sama dengan sikap Raden Wibisono, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Raden Wibisono menentang dengan aktif memihak Raden Rama, tetapi Kumbakarna tetap berfihak Alengka demi negaranya. Niatnya bukan perang membela kakaknya, tetapi bagaimanapun juga Alengka adalah negaranya yang wajib dibela walaupun harus mengorbankan jiwa raga.
Oleh karena itu nama Kumbakarna tercanang sebagai nasionalis yang sejati. Benar atau salah Alengka adalah negaranya.
- Asas Kerakyatan / Kedaulatan rakyat.
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh
punakawan yang bernama Semar. Semar adalah punakawan dari para ksatria
yang luhur budinya dan baik pekertinya. Sebagai punakawan Semar adalah
abdi, tetapi berjiwa pamong, sehingga oleh para ksatria Semar dihormati.
Penampilan tokoh Semar dalam pewayangan sangat menonjol. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari tidak lebih dari seorang abdi, tetapi pada saat-saat tertentu Semar sering berperan sebagai seorang penasehat dan penyelamat para ksatria disaat menghadapi bahaya baik akibat ulah sesama manusia maupun akibat ulah para Dewa. Dalam pewayangan tokoh Semar sering dianggap sebagai Dewa yang ngejawantah atau Dewa yang berujud manusia. Menurut Serat Kanda dijelaskan bahwa Semar sebenarnya adalah anak Syang Hyang Tunggal yang semula bernama Batara Ismaya saudara tua dari Batara Guru.
Semar sebagai Dewa yang berujud manusia mengemban tugas khusus menjaga ketenteraman dunia dalam penampilan sebagai rakyat biasa. Para ksatria utama yang berbudi luhur mempunyai keyakinan bilamana menurut segala nasehat Semar akan mendapatkan kebahagiaan. Semar dianggap memiliki kedaulatan yang hadir ditengah-tengah para ksatria sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain Semar adalah simbul rakyat yang merupakan sumber kedaulatan bagi para ksatria atau yang berkuasa.
Penampilan tokoh Semar dalam pewayangan sangat menonjol. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari tidak lebih dari seorang abdi, tetapi pada saat-saat tertentu Semar sering berperan sebagai seorang penasehat dan penyelamat para ksatria disaat menghadapi bahaya baik akibat ulah sesama manusia maupun akibat ulah para Dewa. Dalam pewayangan tokoh Semar sering dianggap sebagai Dewa yang ngejawantah atau Dewa yang berujud manusia. Menurut Serat Kanda dijelaskan bahwa Semar sebenarnya adalah anak Syang Hyang Tunggal yang semula bernama Batara Ismaya saudara tua dari Batara Guru.
Semar sebagai Dewa yang berujud manusia mengemban tugas khusus menjaga ketenteraman dunia dalam penampilan sebagai rakyat biasa. Para ksatria utama yang berbudi luhur mempunyai keyakinan bilamana menurut segala nasehat Semar akan mendapatkan kebahagiaan. Semar dianggap memiliki kedaulatan yang hadir ditengah-tengah para ksatria sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain Semar adalah simbul rakyat yang merupakan sumber kedaulatan bagi para ksatria atau yang berkuasa.
- Asas Keadilan Sosial
Unsur keadilan dalam dunia pewayangan
dilambangkan dalam diri tokoh Pandawa. Pandawa yang terdiri dari
Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa secara bersama- sama
memerintah Negara Amarta. Kelimanya digambarkan bersama bahagia dan
bersama-sama menderita Tiap-tiap tokoh Pandawa mempunyai ciri watak yang
berlainan antara satu dengan lainnya, namun dalam segala tingkah
lakunya selalu bersatu dalam menghadapi segala tantangan. Puntadewa yang
paling tua sangat terkenal sebagai raja yang adil dan jujur ; bahkan
diceriterakan berdarah putih. Puntadewa dianggap titisan Dewa Dharma
yang memiliki watak menonjol selalu mementingkan kepentingan orang lain,
rasa sosialnya sangat besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar